About Me

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Introvert.

Senin, 15 Maret 2021

Idzinkan Saya Berzina Dengan Anak Bapak

 


Oleh: Galuh Za

 

Awan hitam bergerumul di puncak gunung salak di hadapan Wisnu. Bertumpuk-tumpuk. Menutup sebagian awak gunung itu. Tak jauh dari sana, sinar matahari menelusup malu-malu. Seperti ingin memberi kabar bagi para perindu, tentang lengkung warna-warni yang akan muncul sebentar lagi.

            Ini adalah musim penghujan. Kabut menjadi lebih tebal dari biasanya. Mengetuk-ngetuk jendela. Memaksa masuk lewat celah-celahnya. Dingin.

            Wisnu Al-Badru, laki-laki berusia dua puluh tujuh sedang harap-harap cemas di ruang tamu. Duduk manis menunggu tuan rumah dengan tatapan kaku. Ia sedang berada di rumah Karina, gadis yang siang ini akan dikhitbahnya. Ayah Karina sedang berada di halaman belakang saat Wisnu datang. Dan ibu sedang sibuk menyiapkan sesuguhan.

            Wisnu datang sendiri hari ini. Karena ia berfikir ini hanya pra saja. Sampai ia tahu kapan waktu yang benar-benar tepat untuk mempertemukan orang tua mereka.

            “silahkan, nak” ibu Karina datang dengan nampan berisi minuman segar dan beberapa toples kue kering.

            “bapak?” Tanya Wisnu.

            “bapak masih bersih-bersih. Ganti baju dulu.” jawab ibu sambil menuangkan minuman segar ke gelas Wisnu.

            “Ehem…”

Bapak datang dengan pakaian rapih. Membuat ibu dan Wisnu seketika berdiri.

            “Assalamu’alaikum, bapak.” Sapa Wisnu seraya mencium tangan bapak.

            “Wa’alaikumsalam. Bagaimana? Sehat?”

            “Alhamdulillah pak, sehat.”

            Tiba-tiba saja, oksigen di rumah Karina terasa hampir habis. Wisnu tak tahu harus memulainya dari mana. Ia jadi kesulitan bicara. Bapak juga ikut diam. Mungkin tahu perihal apa sebenarnya yang ingin Wisnu bicarakan. Memberi kesempatan untuk bujang ini memulai.

            “sudah berapa lama kalian kenal?” akhirnya, setelah hening beberapa saat, pertanyaan dari mulut bapak pun melesat.

            “enam bulan, pak.” Jawab Wisnu sambil terus menunduk.

            “lalu kamu datang untuk melamar anak bapak?” tanpa basa-basi. Habislah Wisnu yang sekarang sedang berkeringat dingin mendengar pertanyaan itu. Seharusnya ia bersyukur karena tak harus repot mencari kata pembuka untuk acara lamaran ini. Pertanyaan bapak benar-benar membantunya. Tapi, tetap saja, keringat itu sulit sekali dihentikannya.

            “benar, pak.”

            “punya apa kamu sampai berani melamar anak bapak?”

Wisnu benar-benar bingung kali ini. Ia hanya ingin menikah. Menyempurnakan separuh agamanya. Ingin beribadah pada-Nya. Tapi ‘punya apa?’ benar-benar pertanyaan yang ia sendiri tak tahu harus dengan apa menjawabnya.

            “saya belum punya apa-apa, pak. Saya hanya punya keyakinan bahwa Allah akan mencukupkan mereka yang menikah untuk beribadah pada-Nya.”

Mata bapak melirik tajam.

            “tapi bapak tenang saja. Saya sudah punya pekerjaan dan sudah menyiapkan biaya untuk pernikahan.” Kata Wisnu tanpa ragu. Mata bapak masih menyorot tajam, tapi bibirnya hanya diam.

            “maaf nak, sebelumnya. Kalau boleh ibu tahu, berapa mahar yang sudah kamu siapkan untuk menikahi Karina?” kali ini ibu yang memecah keheningan.

            “saya sudah menyiapkan uang tunai sebesar 15 juta dan emas 10 gram sebagai mahar.” Jawab Wisnu singkat dan apa adanya.

            “tapi nak, kami sudah mematok mahar untuk anak kami, minimal 150 juta.” Jawab ibu lagi.

            “hem…” Wisnu berfikir keras.

            Sudah hampir jam 12 siang. Mungkin sebentar lagi adzan dzuhur akan terdengar. Ini musim penghujan, tapi ruang tamu di rumah Karina kali ini benar-benar membuat Wisnu kepanasan. Tanpa mereka sadari, Karina mendengar semua yang mereka bicarakan. Ibu hanya tahu Karina sedang tidur siang. Padahal sejak kedatangan Wisnu, ia sudah siap-siap menemuinya di ruang tamu.

Allahu Akbar… Allahu Akbar…

            Akhirnya adzan dzuhur memecah keheningan yang mencekam. Memberi alasan untuk Wisnu keluar.

            “maaf pak, shalat dzuhur dulu.” Kata Wisnu. Bapak hanya mengangguk.

JJJ

            Jama’ah shalat dzuhur sudah bubar, tapi Wisnu masih khusyuk berdoa dengan sabar. Bapak dan ibu sudah kembali berkumpul di ruang tamu. Menunggu si bujang yang belum juga datang.

            “Assalamu’alaikum…” akhirnya, suara Wisnu terdengar juga. Ibu dan bapak sama-sama menjawab tanpa suara. Wisnu langsung duduk tanpa di suruh. Dari dalam kamar, Karina sudah siap menguping di balik pintu.

            “jadi bagaimana?” Tanya bapak. Membuka kembali percakapan yang tertunda.

            “saya hanya ingin menyempurnakan separuh agama.” Jawab Wisnu lembut.

            “kalau begitu, siapkan uang 150 juta, atau tidak usah menikah dengan anak bapak.” Kali ini bapak menanggapi dengan serius.

            “apa memang harus seperti itu?” Tanya Wisnu meyakinkan.

            “ya begitulah. Kamu tahu kan, anak bapak sebentar lagi selesai kuliah. Dia akan punya gelar di belakang namanya. Jadi, tidak boleh ada yang sembarangan melamar anak bapak hanya dengan mahar yang seadanya.” Jawab bapak dengan nada yang sedikit meninggi.

            “kalau begitu, bapak mempersulit kami untuk beribadah?” tanggapan Wisnu benar-benar membuat wajah bapak memerah.

            “bukankah sebaik-baiknya wanita adalah yang paling ringan maharnya? Dan bukankah seharusnya bapak memudahkan kami untuk saling menyempurnakan agama?” dengan tetap santun Wisnu melanjutkan bicara.

            “KAMU MENCERAMAHI BAPAK!?” kali ini bapak benar-benar marah. Dilihatnya Wisnu yang masih memasang wajah tak berdosa.

            “tidak seperti itu, hanya saja…”

            “bapak tidak ingin mendengar apa-apa lagi, sekarang, kalau kamu tidak bisa menyiapkan mahar sebesar nominal yang kami minta, lebih baik cari wanita lain saja.” Kata bapak memotong kalimat Wisnu.

            Wisnu benar-benar tak menyangka bapak akan sekeras itu. Dan dengan tetap menjunjung tinggi sopan santun, Wisnu angkat bicara,

            “baiklah, kalau memang itu mau bapak, saya akan meminta idzin; idzinkan saya berzina dengan anak bapak.

            “SUDAH GILA, KAMU!?” jawaban Wisnu benar-benar merubah bapak menjadi serigala. Matanya merah seperti siap menerkam Wisnu –daging segar- di hadapannya.

            “bapak tenang dulu.” Kata Wisnu. Ibu yang sejak tadi hanya mendengarkan, kali ini ikut menenangkan.

            “bapak tahu, kenapa saya meminta idzin untuk berzina dengan anak bapak?”

            wong edan” bapak hanya menggerutu tak menjawab.

            “saya melihat betapa wanita-wanita yang hamil sebelum menikah di luar sana, begitu mudah saat akan melangsungkan pernikahannya. Orang-orang tua mereka sudah tak lagi meributkan maharnya berapa, mereka hanya butuh seseorang yang akan bertanggung jawab atas kehamilan anaknya. Mereka hanya memikirkan nama baik keluarga. Sampai bahkan, beberapa keluarga wanita ada yang rela membayar orang lain agar mau menikahi anaknya.” Tutur wisnu. Dengan mata yang masih merah, bapak hanya melirik sekilas sambil menunggu Wisnu melanjutkan bicara.

            “sekarang, bukankah lebih baik saya berzina dengan anak bapak, agar bapak bisa memudahkan kami untuk menikah?”

            “Dasar orang gila! Kamu fikir hanya kamu satu-satunya lelaki yang mau dengan anak saya? Kamu fikir tidak ada yang lebih mampu dari kamu yang mau menikahi anak saya? Toh anak saya cantik, kamu bukan satu-satunya yang mau menikahinya!” jawab bapak terdengar menggebu.

            “baik. Anggaplah saya bisa memenuhi permintaan bapak. Saya siapkan mahar 150 juta dengan tambahan mas kawin dan tempat tinggal yang layak beserta isinya. Tapi sekarang saya ingin bertanya, apakah anak bapak adalah wanita shalihah yang tak pernah mengakhirkan shalat wajibnya? Apakah anak bapak adalah wanita yang tak pernah absen puasa sunnahnya? Apakah anak bapak juga adalah yang selalu melaksanakan tahajjud serta dhuhanya? Lalu apa pernah bapak mendengarnya mengaji? Sudah benarkah bacaan Al-Qur’annya?”

            Kali ini bapak dan ibu hanya bisu. Mengingat-ingat seperti apa sebenarnya wanita yang selama ini mereka panggil anak itu. Mengingat tentang anaknya yang selalu bangun kesiangan, yang shalat wajibnya selalu diakhirkan, yang puasa sunnahnya dilupakan, yang bahkan tak pernah mendengarnya mengaji sama sekali. Benar. Wisnu mengajukan pertanyaan yang tepat.

            “Jika memang jawaban atas semua pertanyaan saya adalah tidak, maka pantaskah anak bapak mendapat mahar yang begitu besar dari saya? Dan masih adakah yang akan menyanggupi mahar mewah untuk anak bapak yang kurang perihal agama?” Tanya Wisnu lagi.

            Ibu mengajak bapak masuk untuk berdiskusi berdua. Membujuk bapak untuk tidak menolak lamaran pria yang saat ini sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Ibu menjelaskan keadaan Karina pada bapak. Tentang jawaban dari semua pertanyaan Wisnu yang ternyata memang tidak. Anaknya bukan wanita yang faham sekali perihal agama. Anaknya jauh dari kata shalihah. Tak pandai memasak, bahkan tak pernah sekali pun mengerjakan pekerjaan rumah. Beruntung sekali andai pria ini memang benar tulus ingin menjadi imamnya.

JJJ

            Menit demi menit berlalu. Bapak dan ibu kembali menemui Wisnu. Dengan kepala yang sudah dingin dan emosi yang tak lagi menggebu, bapak tersenyum seraya melontarkan pertanyaan baru.

            “Jadi kapan kau akan datang dengan orang tuamu?”

Wisnu tersenyum lebar mendengar pertanyaan itu.

JJJ

Sampai akad dilangsungkan, keluarga Karina baru benar-benar faham. Bahwa Wisnu, ternyata adalah lelaki berpendidikan dan mapan. Gelar S2 nya sudah sejak usia 22 ia dapatkan. Ia benar-benar menyiapkan tempat tinggal yang layak beserta isinya. Tiga belas tahun menempuh pendidikan di Pondok Pesantren membuat ia tak lagi diragukan perihal agama. Tak hanya itu, ia juga lahir dari keluarga yang masyhur budi pekertinya. Soal mahar yang ia siapkan, memang itulah yang direncanakan. Ia tak ingin menawarkan kemewahan. Pun ia ingin memberi pelajaran bagi siapa pun, bahwa salah satu sebab terbukanya pintu perzinahan adalah keluarga yang mempersulit pernikahan.

 

Best of...

Idzinkan Saya Berzina Dengan Anak Bapak

  Oleh: Galuh Za   Awan hitam bergerumul di puncak gunung salak di hadapan Wisnu. Bertumpuk-tumpuk. Menutup sebagian awak gunung itu. ...