Bahagia sekali
rasanya mempunyai suami sepertimu.
Awal-awal kita menikah dulu, kau selalu menutupi kesalahanku di hadapan
ibumu. Saat masakanku terlalu asin, kau bilang; “itu aku yang nyuruh, bu. Lagi
pengen makan yang asin-asin.” Atau kalau goreng ikanku gosong, kau juga akan
mencari alasan; “itu juga aku yang minta, bu. Lagi pengen makan yang
item-item.” Ibumu hanya tersenyum melihat tingkah anaknya. Kamu dan aku
sebenarnya tahu, ibu tak akan marah. Tapi kau selalu bertingkah seolah
masakanku akan membuat ibu sangat murka. Lebay.
Aku belajar lagi
dan lagi. Belajar banyak hal. Belajar untuk menjadi istri, menantu, koki,
bendahara, sampai tukang pijat, untukmu. Juga untuk ibu. Aku bahagia punya ibu
mertua yang begitu baik memperlakukanku. Nyaris semua kawan-kawanku yang sudah
menikah, punya keluhan yang sama soal mamah mertua mereka. Aneh, di sini,
aku malah sibuk bersyukur punya kamu dan ibu.
Berbulan-bulan
pernikahan belum juga ada tanda-tanda kita akan punya momongan. Kau dan ibu tak
terlalu khawatir, aku lega, meski masih kefikiran juga. Ibu hanya bilang;
“Gusti Allah ngasih kalian waktu untuk pacaran dulu, nduk. Nanti kan, kalau
sudah ada momongan, ribet juga jalan-jalannya.” Aku tersenyum menanggapi
kaliamat ibu. Kau dan ibu memang selalu pandai dalam urusan menghilangkan
kekhawatiran. Bersamamu dan ibu, rasanya tak ada beban yang terlalu berat untuk
dipikul.
Tepat satu tahun
usia pernikahan, kabar bahagia itu datang. Aku sudah telat dua bulan,
dan gejala-gejala kehamilan pun menyerang. Aku sudah testpack tadi pagi-pagi
sekali. Kali ini aku memakai testpack terbaik untuk memastikan keakuratannya.
Positive. Bahagia sama sekali tak bisa disembunyikan. Tapi aku bertahan untuk
tidak mengabarimu karena ingin ku buat kejutan makan malam untuk merayakan ulang
tahun pernikahan kita, juga memberi kabar bahwa kau akan segera menjadi ayah.
Kau berangkat
kerja seperti biasa. Aku mencium tanganmu dan kau balas memelukku erat. Aku
seperti tak ingin melepas pelukan itu. Aku rindu. Padahal setiap hari kau di
dekatku.
Sore ini aku
memasak banyak dibantu ibu. Menyiapkan kejutan untuk menyambutmu. Kau pasti
senang. Sesuatu yang kau harapkan akhirnya datang selepas banyak kesabaran. Ini
hadiah terindah dari Tuhan.
Aku tak bisa
membayangkan wajah bahagiamu mendengar kabar kehamilanku. Aku tak bisa menerka
apa yang akan kau lakukan setelah mendengar kabar bahagia itu. Aku benar-benar
tak sabar menyambutmu pulang.
Malam datang dan
kau belum juga pulang. Aku memakai pakaian terbaik dan berdandan. Aku harus
terlihat cantik malam ini. Ini malam spesial.
Aku sedang
berbincang dengan ibu saat mendengar suara mobil datang. Terparkir rapih. Tapi
kau tak sendiri. ada banyak yang keluar dari mobilmu. Tidak, aku belum
melihatmu. Ke mana kau?
ꙮꙮꙮ
Malam itu
benar-benar malam istimewa. Ternyata bukan hanya aku yang menyiapkan kejutan.
Kau juga datang dengan sebuah kejutan. Kau memang perencana yang andal. Aku
benar-benar tak bisa membaca tanda-tanda kejutan yang kau siapkan.
Malam itu, kau
pulang dengan tenang. Memaksaku menyiapkan sebuah pemakaman. Anak kita, yatim
sebelum sempat bernyawa.