Malam tadi seseorang meminta maaf kepadaku. Katanya, "maaf ya, kamu harus mendengar dan menyaksikan hal-hal menyakitkan tentang rumah tangga. Selalu. Maaf, alih-alih kamu belajar dari pengalaman orang lain, yang mendominasi lebih banyak malah rasa traumanya. Maaf udah buat kamu jadi takut dan skeptis. Tapi aku yakin, semua nggak akan sehorror yang kamu bayangkan, kok. Aku ikut doain yang terbaik buat kamu."
Aku tak menanggapi. Aku tahu, hidup seperti itu bukan hidup yang ia mau. Andai bisa 'request' langsung ke Tuhan, aku yakin dia juga akan minta kehidupan yang lebih baik, lebih harmonis dan lebih normal tanpa banyak drama seperti sekarang ini.
Aku tak bisa menuntut dan menyalahkan orang-orang sekitar jika pengalaman mereka justru membuatku trauma. Tidak. Pengalaman pahit itu adalah bagian mereka. Dan trauma adalah bagianku. Sudah Tuhan atur sedemikian rupa. Aku hanya perlu membuat mereka tidak terlalu khawatir dengan keadaanku, dan tidak menyalahkan hidup mereka.
Aku seharusnya juga meminta maaf jika akhirnya mereka harus tahu perihal trauma itu.
Ini tidak bercanda. Tuhan menyiapkan segala porsi bahagia dan air mata sudah sesuai takarannya. Terlepas dari bagaimana caranya. Jika memang harus melibatkan orang lain, tak perlu menyalahkan orang yang terlibat. Cukup menata hati perihal bagaimana cara terbaik menyikapi.
Tangerang, 19 Januari 2021.