Aku dibangunkan
oleh suara merdu sahabatku yang mengaji tepat di sebelahku. Mataku berat,
bengkak, seperti ada bertumpuk-tumpuk kelopak. Aku menangis berjam-jam setelah
mendengar keputusanmu atas kelanjutan hubungan kita. Kau jahat.
Aku menagih janjimu yang akan segera
meminangku. Tapi kau, memilih berlepas
tangan dari janji itu. Kau menyalahkan ketidaksabaranku, sedang aku sendiri
marah akan kelabilanmu. Katamu, kau punya seseorang yang siap lebih sabar
menunggu daripada aku. Lagi-lagi, kau jahat.
Mungkin aku tak akan sesakit ini andai
tak benar-benar jatuh cinta padamu. Untunglah, aku punya sahabat yang begitu
baik menemaniku, mendengarkan, dan menghiburku. Katanya, apa-apa yang
ditakdirkan untukku tak akan pernah melewatkanku, dan apa-apa yang
melewatkanku, memang tidak ditakdirkan untukku. Dan kau, jelas melewatkanku.
Setelah beberapa hari aku tersedu,
akhirnya ikhlas hinggap di lubuk hatiku. Berkat nasehat-nasehat sahabat baikku
itu, akhirnya aku bisa dengan lapang mengikhlaskanmu.
Kau menghubungiku. Tepat saat hati sudah
tak lagi terusik oleh bayangmu. Kau meminta kita bertemu, esok. Katamu, kalau
aku tidak keberatan, kau akan mengenalkan wanita yang pernah kau sebut-sebut
itu. Memang, ku fikir, tak mungkin ada yang baru andai kau benar mencintaiku.
Sudahlah, aku sudah bisa tersenyum lebar, kini.
Aku memakai pakaian terbaikku untuk
menemuimu. Tampil sebaik mungkin agar kau tak tahu, berhari-hari sudah aku
tersedu. Kafe tempat yang kau tentukan untuk pertemuan kita, adalah tempat yang
tak jauh dari kampusku. Seusai kuliah, aku langsung menemuimu. Penasaran,
seperti apa wanita yang menggantikanku itu.
Dari depan kafe
aku sudah bisa melihat kau sendiri. benar-benar tak ada siapapun di dekatmu.
Aku berjalan perlahan mendekati. Kau hanya menatap tanpa ekspresi. Salam ku
ucap dan kau jawab cepat.
Aku memberi isyarat yang segera kau tangkap. Mana? Mataku bertanya tanpa
suara. Kau begitu kikuk.
Jantung berdetak
dan waktu berdetik, mata sudah ratusan kali berkedip. Tapi kau, sama sekali tak
memberi kepastian kapan wanitamu akan datang.
ꙮꙮꙮ
Setelah beberapa jam kita lewatkan tanpa
perbincangan, aku memutuskan untuk pulang. Menatap kesal kamu yang masih saja
tenggelam dalam kebisuan. Aku pamit.
Baru saja aku
membalikkan badan saat seorang wanita anggun datang. Mendekatimu. Mungkinkah?
Dia adalah sahabatku. Why?