About Me

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Introvert.

Selasa, 24 Maret 2020

Find you…





            Aku bangun pagi-pagi sekali demi mengantarkanmu. Hanya sampai stasiun, selebihnya, kau lanjutkan bersama kawan-kawan perempuanmu. Kau harus pergi jauh untuk beberapa waktu. Kau harus kursus beberapa bahasa di luar kota. Demi mengejar beasiswa tanpa i’dad, di Mesir, jelasmu.
            Aku begitu mendukung cita-cita luhur itu. Aku selalu berusaha memberikan segala yang terbaik yang aku punya. Meski itu berarti aku harus mengorbankan banyak hal untuk mendapatkannya.
            Berbulan-bulan kita hidup di dua kota yang berbeda. Jarak dan waktu seperti selalu tertawa melihat rindu yang kerap menghunjam dada. Kau begitu sibuk dengan aktifitasmu. Kau sama sekali tak punya waktu untuk membalas pesan singkatku, apalagi untuk berbincang menceritakan hari-harimu. Aku rindu.
            Sejak kepergianmu, aku mencari kerja paruh waktu di sela-sela jadwal kuliahku. Aku bertekad untuk menemuimu. Butuh uang yang tidak sedikit kali ini untuk sekedar menatap wajahmu. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apalagi aku menuntaskan rindu selain dengan menciptakan temu.
            Hari ini aku berangkat ke kota tempat belajarmu tanpa berkabar terlebih dahulu. Aku ingin mengejutkanmu. Kasihan kau, kesibukanmu menyita banyak waktu berbincang denganku. Pasti kau tak kalah tersiksa dariku sebab rindu.
            Sepanjang perjalanan aku terus tersenyum membayangkan wajah terkejutmu. Berharap pelukan hangat akan segera menyambut lelahku. Kau tahu? Bukan proses mengumpulkan uang, atau panjangnya perjalanan yang membuat aku merasa begitu kelelahan. Tapi, kenyataan yang harus ku hadapi setiap hari. Bahwa sejak pagi hingga ke dalam mimpi, aku tak bisa bercanda denganmu lagi.
            Keretaku sampai tengah malam di kota tujuan. Tak ada lelah. Aku begitu semangat melangkah. Aku tak tahu harus menghabiskan malam di mana. Aku juga tak berniat beristirahat di penginapan. Pasti mahal sekali, fikirku. Jadi, aku memustuskan untuk bermalam di stasiun saja.
            Adzan shubuh membangunkanku dari tidur yang tak begitu lelap. Aku segera mencari masjid untuk membersihkan diri dan shalat. Lalu bertanya-tanya pada penduduk setempat tentang lembaga yang kau tinggali. Mereka menunjukkanku jalan yang tidak terlalu jauh, meski juga tidak mungkin ku tempuh dengan berjalan kaki.
            Aku sampai di depan pintu gerbang desa yang dipenuhi oleh ribuan lembaga. Di sini, ada sekitar 1600 lembaga yang dikepalai oleh orang yang berbeda. Senyumku mengembang, oksigen di sini terasa lebih segar. Mungkin karena ada kamu di dalamnya. Ah, aku semakin tak sabar untuk mengejutkanmu.
            Aku menelponmu untuk memastikan kau tidak kemana-mana. Ini hari libur, tak mungkin kau sibuk dengan kursusmu. Di luar dugaan, kau begitu cepat mengangkat telponku. Aku hanya basa-basi bertanya tentang kegiatan hari ini, akan apa atau kemana. Kau bilang hanya malas-malasan atau tidur seharian. Aku lega. Segera ku lacak lokasi dari nomor hp mu. Tak jauh, fikirku. Aku bisa berjalan kaki ke tempatmu.
            Belum setengah perjalanan, perutku sudah meronta minta diperhatikan. Aku baru ingat bahwa aku memang belum makan sejak kemarin siang. Jadilah aku berbelok ke salah satu café di sini. Katanya, café di sini terkenal bersahabat soal harga. Jadi aku tak begitu mengkhawatirkannya.
            Sudah setengah jam sejak aku datang, tapi sandwich yang ku pesan belum juga diantarkan. Cukup ramai memang. Tapi tak apa, aku jadi punya lebih banyak waktu untuk memandangi fotomu.
            Belum sempat sandwich itu ku habiskan, pasangan di hadapanku membuatku teringat kamu. Mereka begitu mesra seperti kita, dulu. Si wanita sangat persis seperti kamu saat sedang menggodaiku. Prosesi makanku terhenti. Menatap fotomu, lalu pasangan itu berkali-kali. Bergantian. Membayangkan kau ada di sini, dan tertawa seperti perempuan itu. Aku rindu.
            Rinduku tak terbendung lagi. Kontakmu segera ku cari. Teratas di log panggilan, karena kau yang terakhir aku hubungi pagi tadi. Nada sambung bordering, tepat saat wanita yang sedang bermesraan tadi mengeluarkan handponenya dari dalam saku. Aku terpaku. Ini hanya kebetulan? Ku matikan, lalu handphone si wanita kembali diletakkan. Ku telpon lagi, dan handphone itu bordering lagi. Tidak di angkat. Ku pastikan berkali-kali. Ini hanya kebetulan.
            Tidak, ternyata tak ada kebetulan hari ini. Aku melewatimu saat keluar dari café tadi. Itu benar kau. Dan aku, pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Best of...

Idzinkan Saya Berzina Dengan Anak Bapak

  Oleh: Galuh Za   Awan hitam bergerumul di puncak gunung salak di hadapan Wisnu. Bertumpuk-tumpuk. Menutup sebagian awak gunung itu. ...