About Me

Foto saya
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Introvert.

Sabtu, 28 November 2020

Sang Gadis

Sang Gadis terus bertumbuh sendirian.
Menjalani hidup dengan menjadi apa (saja) yang ia inginkan.
Kadang menjelma awan putih menyenangkan.
Kadang menjadi awan hitam menyebalkan.
Kadang meluruh menjadi hujan.
Menumbuhkan tanaman-tanaman.
Memberi minum mereka yang kehausan.
Kadang juga memilih membeku.
Menyapa orang-orang sedingin salju.

Tapi ia tetap Sang Gadis.
Menyenangkan atau menjengkelkan,
bagi seseorang ia adalah kesayangan.

Setidaknya bagi dirinya sendiri.

Sang Gadis. 241120

"Kau cantik hari ini."
Begitu komentar seseorang pada Sang Gadis pagi ini.
Setelah bangkit dari sakitnya, dibalutnya tubuh ringkih itu dengan gauh terindah. Diriasnya wajah mungil itu dengan riasan terbaik. Ia sangat benci terlihat lemah.

Pagi ini matahari bersinar terang yang segera disusul siang dengan awan hitam kelam menjemukan. Sang Gadis keluar kelas dengan langkah gontai. Ia sadar, gauh seindah apapun tak akan mampu menyembunyikan lemas tubuhnya. Pun riasan dengan merk ternama tak sudi berbohong atas pucat pasi wajahnya.

Lipstik Sang Gadis luntur. Pandangannya kabur. Ia belum sehat sempurna. Hanya bosan diam di pembaringannya.

2020

Selasa, 10 November 2020

Sang Gadis

Apa kau pernah mendengar dongeng tentang seorang gadis yang hidup dalam kegelapan? Aku ingin sedikit mendongeng hari ini.
Dulu sekali ada seorang gadis kecil yang hidup sendirian. Ia hidup di dunia yang tidak ada malam di dalam dunianya. Hanya ada siang. Kau pasti mengira aku bercanda. Atau salah bercerita. Hehe. Tidak, sayang. Aku tidak salah. Kau, jangan terlalu cepat menyimpulkan. Oke, kita lanjut. Sampai beberapa tahun berlalu, sang gadis sadar bahwa selama ini hanya mataharilah yang menemani hari-harinya. Menyinarinya, menghangatkannya, dan tak pernah dendam kepadanya. Tak pernah sedetik pun meninggalkannya. Ia mengagumi matahari sampai sebegitunya. Dipujanya matahari itu setiap waktu. Dan berfikir, bisakah ia memeluk pujaannya itu?
“Bisakah aku memelukmu wahai teman setiaku?” Tanya sang gadis dengan kepala mendongak menatap pujaannya. Yang ditanya hanya menjadi pendengar setia tanpa melontarkan jawabannya. Sang gadis terus memikirkan cara untuk bisa menggapai matahari-nya. Tak nyenyak tidurnya, tak tergugah selera makannya. Ia hanya ingin terus memandangi pujaannya.
Pada hari ke sekian, pertanyaan sang gadis mendapat jawaban. Matahari mengiriminya surat di atas daun-daun yang berguguran.
“Wahai anak gadis yang manis, kau tahu?
Ada beberapa hal di dunia ini yang amat kita cintai, tapi sebenarnya tak boleh kita miliki.
Seperti saat kau mencintai bunga, kau tidak harus memetik dan memilikinya.
Sebab itu hanya akan membuat sesuatu yang kau cintai mati.
Maka dalam hal ini, cara terbaik untuk mencintai adalah dengan membiarkannya, sayang.”

Ttd
Matahari
Ia tersenyum membaca surat cinta-nya. Meski hatinya agak berdesir getir memahami isinya. Baiklah, akhirnya sang gadis tak lagi memaksa takdirnya.
(((

Hari demi hari berlalu, hati sang gadis semakin jemu. Hanya bisa memandangi sang pujaan dari balik pintu membuatnya semakin pilu. Ia tak tahan lagi. Dipaksanya semesta untuk mengabulkan apa yang ia pinta. Sederhana, hanya ingin menggapai matahari-nya. Lalu pada hari ke sekian, sang gadis mendapatkan permintaannya. Semesta menurunkan matahari. Disambutnya sang pujaan dengan wajah berseri. Sang gadis tak sadar, saat tak berada di tempatnya, matahari tak mampu bersinar. Dunia menjadi amat gelap. Lalu sang gadis kehilangan pujaannya. Berhari-hari ia berlari. Mencari matahari yang tak bersinar lagi. Tubuhnya penuh luka, tapi hatinya jauh lebih perih. Dalam tangisnya ia jatuh berkali-kali. Kini ia hidup dalam dunia yang tak ada siang di dalamnya.
Waktu berjalan begitu lambat. Sang gadis masih saja tenggelam dalam harap di tengah gelap. Semesta hanya memperhatikannya. Menghitung tetes-tetes air mata yang dijatuhkannya. Sungguh kasihan. Senyum yang sempat mengembang itu secepat kilat menghilang. Berganti tangis yang berkepanjangan.
Semesta merasa kasihan. Dikirimnya bulan untuk membuat hari sang gadis sedikit lebih terang. Seketika sedihnya menghilang. Berfikir sang pujaan telah menemukan jalan pulang. Ternyata tidak. Didongakkan kepalanya dan dilihatnya bulan dengan cahaya yang lembut.
Ia kembali jatuh cinta. Bukan. Bukan jatuh cinta pada bulan. hanya karena bulan memiliki sinar seperti sang pujaan. Meski agak redup, tapi itulah yang akan membuat ingatannya senantiasa hidup.
(((
Bulan terus memperhatikan sang gadis yang tak banyak bicara. Hanya diam dan sesekali beradu pandang. Bulan pernah mengira bahwa sang gadis menyukainya. Padahal tidak. Dalam hatinya sang gadis berkata, “Kau bukan matahari-ku. Tapi kaulah yang menghidupkan semua ingatanku. Kau memiliki apa yang dimiliki pujaanku, dulu. Aku mengagumimu. Tapi, kali ini aku tak akan lagi memaksa takdirku untuk memilikimu. Kali ini, aku akan membiarkanmu. Karena hanya dengan berada di tempatmulah kau akan bersinar. Terimakasih, bulan-ku.”
(((

Senin, 09 November 2020

Bersamamu, Aku Ingin Tersesat Berdua.

Aku ingin melakukan perjalanan yang aku sendiri tidak tahu arah mata angin dimana.
Aku ingin berbincang yang aku sendiri tidak tahu arah perbincangan itu ke mana.
Aku ingin tertawa yang aku sendiri tidak tahu apa alasannya.
Bersamamu.
Aku ingin tersesat berdua.

Bogor; Tak Ada Makanan Panas di Dalam Kulkas

Sang gadis terjaga dari tidur lelapnya. Pukul satu. Telinganya menangkap sesuatu mencakar-cakar daun pintu. Matanya terbuka sempurna. Menatap langit-langit yang entah apa warnanya. Akal sehatnya mengajak sang gadis memeriksa. Gerangan apa yang membuatnya terjaga. Tapi entah bisikan dari mana yang ia seketika percaya; "itu hanya kucing," lalu mencoba kembali memejamkan mata.

Suara mencakar-cakar itu berlangsung lama. Hingga akhirnya berhenti, saat itulah seolah malaikat maut menyapa diri. Hawa dingin merasuk masuk. Membuat darah membeku dan tulang belulang seketika kaku. Menggigil.

Selimut menutup tubuh kurus sang gadis sampai ke leher. Bagian itulah yang terasa mendidih akhirnya. Sang gadis demam.

Ia lalu memeriksa keningnya. Tak ada yang mendidih di sana. Dingin.

Ia sadar; tak ada makanan panas di dalam kulkas.

Best of...

Idzinkan Saya Berzina Dengan Anak Bapak

  Oleh: Galuh Za   Awan hitam bergerumul di puncak gunung salak di hadapan Wisnu. Bertumpuk-tumpuk. Menutup sebagian awak gunung itu. ...