Rustandi, 25
November 2021.
Hari ini, aku
datang setelah dua tahun lalu berjanji akan meminangmu seusai pendidikan strata
satuku. Dengan angkutan umum aku menuju rumahmu. Bukan tak punya kendaraan,
bahkan hari ini, showroom bisa kubeli dengan uangku. Aku hanya ingin
bernostalgia dengan jalan berliku di kota kecilmu. Tempat kita mengukir kisah,
dulu.
Aku turun dari
satu bus ke bus yang lain. Dari satu angkot ke angkot yang lain. Sesekali berjalan kaki. Senyumku mengembang sepanjang
perjalanan ini. Orang-orang mungkin tak peduli. Atau sebagian akan menganggapku
tak waras lagi. Membayangkan betapa senyummu akan mengembang menyambutku
datang. Pelukan hangat akan ku dapatkan. Untuk kemudian berbincang tentang
rencana pernikahan. Aku sudah siap meminang.
Senyum itu masih
mengembang sampai kakiku memasuki gang kecil di desa tempatmu tinggal. Ku rogoh
lagi saku jaket untuk memastikan, hadiah yang sudah ku siapkan, tak tertinggal
atau terjatuh di jalan. Aku gugup setengah hidup. Menyiapkan kata apa yang
harus ku ucapkan pada peretemuan ini, aku begitu sibuk. Aku sengaja tak mengabarimu.
Aku ingin mengejutkanmu.
Kakiku sudah
memasuki gerbang rumahmu. Agak berbeda. Hari ini sepi sekali. Tetapi aku yakin
kau ada di sini. Aku maju meski sedikit ragu. Langkahku terhenti. Kau berdiri
membeku. Menatapku. Berhasil! Aku mengejutkanmu.
ꙮ ꙮ ꙮ
Tidak! kau yang
mengejutkanku.
Bayi di dalam
gendonganmu dan lelaki yang kau gandeng itu, cukup membuat aku lupa pada detak
jantungku.
Lelaki itu; AKU?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar