Aku bangun
pagi-pagi sekali demi mengantarkanmu. Hanya sampai stasiun, selebihnya, kau
lanjutkan bersama kawan-kawan perempuanmu. Kau harus pergi jauh untuk beberapa
waktu. Kau harus kursus beberapa bahasa di luar kota. Demi mengejar beasiswa
tanpa i’dad, di Mesir, jelasmu.
Aku begitu
mendukung cita-cita luhur itu. Aku selalu berusaha memberikan segala yang
terbaik yang aku punya. Meski itu berarti aku harus mengorbankan banyak hal
untuk mendapatkannya.
Berbulan-bulan
kita hidup di dua kota yang berbeda. Jarak dan waktu seperti selalu tertawa
melihat rindu yang kerap menghunjam dada. Kau begitu sibuk dengan aktifitasmu.
Kau sama sekali tak punya waktu untuk membalas pesan singkatku, apalagi untuk
berbincang menceritakan hari-harimu. Aku rindu.
Sejak kepergianmu,
aku mencari kerja paruh waktu di sela-sela jadwal kuliahku. Aku bertekad untuk
menemuimu. Butuh uang yang tidak sedikit kali ini untuk sekedar menatap
wajahmu. Aku benar-benar tak tahu dengan cara apalagi aku menuntaskan rindu
selain dengan menciptakan temu.
Hari ini aku
berangkat ke kota tempat belajarmu tanpa berkabar terlebih dahulu. Aku ingin
mengejutkanmu. Kasihan kau, kesibukanmu menyita banyak waktu berbincang denganku.
Pasti kau tak kalah tersiksa dariku sebab rindu.
Sepanjang
perjalanan aku terus tersenyum membayangkan wajah terkejutmu. Berharap pelukan
hangat akan segera menyambut lelahku. Kau tahu? Bukan proses mengumpulkan uang,
atau panjangnya perjalanan yang membuat aku merasa begitu kelelahan. Tapi,
kenyataan yang harus ku hadapi setiap hari. Bahwa sejak pagi hingga ke dalam
mimpi, aku tak bisa bercanda denganmu lagi.
Keretaku sampai
tengah malam di kota tujuan. Tak ada lelah. Aku begitu semangat melangkah. Aku
tak tahu harus menghabiskan malam di mana. Aku juga tak berniat beristirahat di
penginapan. Pasti mahal sekali, fikirku. Jadi, aku memustuskan untuk bermalam
di stasiun saja.
Adzan shubuh
membangunkanku dari tidur yang tak begitu lelap. Aku segera mencari masjid
untuk membersihkan diri dan shalat. Lalu bertanya-tanya pada penduduk setempat
tentang lembaga yang kau tinggali. Mereka menunjukkanku jalan yang tidak
terlalu jauh, meski juga tidak mungkin ku tempuh dengan berjalan kaki.
Aku sampai di depan
pintu gerbang desa yang dipenuhi oleh ribuan lembaga. Di sini, ada sekitar 1600
lembaga yang dikepalai oleh orang yang berbeda. Senyumku mengembang, oksigen di
sini terasa lebih segar. Mungkin karena ada kamu di dalamnya. Ah, aku semakin
tak sabar untuk mengejutkanmu.
Aku menelponmu
untuk memastikan kau tidak kemana-mana. Ini hari libur, tak mungkin kau sibuk
dengan kursusmu. Di luar dugaan, kau begitu cepat mengangkat telponku. Aku
hanya basa-basi bertanya tentang kegiatan hari ini, akan apa atau kemana. Kau bilang hanya
malas-malasan atau tidur seharian. Aku lega. Segera ku lacak lokasi dari nomor
hp mu. Tak jauh, fikirku. Aku bisa berjalan kaki ke tempatmu.
Belum setengah
perjalanan, perutku sudah meronta minta diperhatikan. Aku baru ingat bahwa aku
memang belum makan sejak kemarin siang. Jadilah aku berbelok ke salah satu café
di sini. Katanya, café di sini terkenal bersahabat soal harga. Jadi aku tak
begitu mengkhawatirkannya.
Sudah setengah jam
sejak aku datang, tapi sandwich yang ku pesan belum juga diantarkan. Cukup
ramai memang. Tapi tak apa, aku jadi punya lebih banyak waktu untuk memandangi
fotomu.
Belum sempat
sandwich itu ku habiskan, pasangan di hadapanku membuatku teringat kamu. Mereka
begitu mesra seperti kita, dulu. Si wanita sangat persis seperti kamu saat
sedang menggodaiku. Prosesi makanku terhenti. Menatap fotomu, lalu pasangan itu
berkali-kali. Bergantian. Membayangkan kau ada di sini, dan tertawa seperti
perempuan itu. Aku rindu.
Rinduku tak
terbendung lagi. Kontakmu segera ku cari. Teratas di log panggilan, karena kau
yang terakhir aku hubungi pagi tadi. Nada sambung bordering, tepat saat wanita
yang sedang bermesraan tadi mengeluarkan handponenya dari dalam saku. Aku
terpaku. Ini hanya kebetulan? Ku matikan, lalu handphone si wanita kembali
diletakkan. Ku telpon lagi, dan handphone itu bordering lagi. Tidak di angkat.
Ku pastikan berkali-kali. Ini hanya kebetulan.
Tidak, ternyata
tak ada kebetulan hari ini. Aku melewatimu saat keluar dari café tadi. Itu benar kau. Dan aku, pulang.